12/23/2009

Sejarah SH Terate dan Sh Tunas Muda Winongo

 




Gambar Padepokan PSHT (Lokasi latihan siswa PSHT Cab Pesanggaran Banyuwangi desa Kesilir )



SH Terate dan Winongo

SH Terate adalah perguruan silat legendaris yang berperan menyebarkan pencak silat ke berbagai daerah (bahkan manca negara). Di pusatnya, Madiun, terdapat ribuan pendekar SH terate yang tersebar sampai pelosok-pelosok kampung. Bagi pemuda-pemuda di daerah Madiun, menjadi anggota SH terate adalah tradisi yang mereka laksanakan secara turun temurun. Bahkan banyak keluarga yang dari Kakek buyut sampe cicit, semua adalah anggota PS SH Terate. Hal ini membuat SH Terate sebagai organisasi, cukup disegani di kawasan Madiun karena memiliki massa yang sangat besar.


Sayang, di Madiun sering terjadi perkelahian massal antara anggota SH Terate dan anggota SH Tunas Muda (Winongo). Sebenarnya pendiri kedua perguruan silat tersebut berasal dari perguruan yang sama. Menurut hikayat, asal muasal pencak silat di Madiun adalah dari seorang pendekar bernama Suro (Mbah Suro).

Perguruan silat ini kemudian berkembang cukup pesat. Mbah Suro memiliki banyak sekali murid. Namun diantara sekian ratus muridnya, ada dua yang paling menonjol. Yang satu kemudian mendirikan perguruan silat sendiri di daerah Winongo Madiun, dan kemudian di kemudian hari menjelma menjadi SH Tunas Muda. Sementara yang satunya meneruskan perguruan silat mbah Suro dan kemudian menjelma menjadi SH Terate.

Awalnya, kedua perguruan tersebut saling berdampingan dengan damai satu sama lain. SH Winongo memiliki pengaruh di daerah madiun kota, sementara SH Terate mengakar di daerah madiun pinggir/pedesaan. Benih perpecahan dimulai ketika antara tahun 1945-1965 an, banyak pendekar SH Winongo yang berafiliasi dengan PKI. SH Terate yang menganggap ilmu SH (Setia Hati) yang diturunkan oleh mbah Suro merupakan ilmu yang berbasis ajaran Islam, merasa SH Winongo mulai keluar dari jalur tersebut.

Perselisihan semakin menjadi-jadi antara tahun 1963-1967, dimana banyak pendekar dari kedua perguruan yang terlibat bentrok fisik dalam peristiwa-peristiwa politik. Meski banyak anggotanya yang berafiliasi kiri, namun secara organisasi SH Winongo tidak terlibat dalam aktivitas kekirian tersebut. Hal inilah yang kemudian menyelamatkan perguruan silat ini dari pembubaran oleh pemerintah.

Setelah masa pembersihan anggota PKI yang berlangsung antara tahun 1967-1971 di daerah Madiun, SH Winongo sedikit demi sedikit mulai kehilangan pamornya. Puncaknya, pada era 1980-an bisa dikatakan perguruan silat ini dalam keadaan mati suri. Konon, banyak pendekar SH Terate yang berperan sebagai eksekutor para anggota PKI (termasuk beberapa pendekar SH Winongo yang terlibat PKI) di kawasan Madiun. Hal inilah yang kemungkinan memicu dendam pendekar SH Winongo yang non-PKI tapi merasa memiliki solidaritas pada kawan-kawannya yang dieksekusi tersebut.

Entah kebetulan atau tidak, seiring dengan munculnya PDI sebagai kekuatan politik yang cukup kuat pada era 1990-an, pamor SH Winongo sedikit demi sedikit mulai naik kembali. Banyak pemuda dari kawasan perkotaan Madiun yang masuk menjadi anggota SH Winongo. Madiun kota sendiri merupakan basis PDI yang cukup kuat. Sementara Madiun kabupaten merupakan basis NU dan Muhammadiyah. Banyak yang mengatakan bahwa situasi tersebut mirip dengan situasi di zaman ‘60-an, dimana PKI berkuasa di Madiun kota dan NU berkuasa di Madiun Kabupaten.

Seiring dengan perkembangan tersebut, mulai sering terjadi perkelahian antar pendekar di berbagai pelosok Madiun. Perkelahian yang juga melibatkan senjata tajam tersebut tak jarang berakhir dengan kematian salah satu pihak. Pada waktu itu, Madiun bagaikan warzone para pendekar silat (termasuk dengan senjata tajam dan senjata lainnya). Di berbagai sudut kota dan kampung terdapat grafiti yang menunjukkan identitas kelompok pendekar yang menguasai kawasan tersebut. Pendekar SH Terate menggunakan istilah SHT (Setia Hati Terate) atau TRD (Terate Raja Duel) untuk menandai basisnya. Sementara SH Winongo menggunakan istilah STK, yang kemudian diplesetkan menjadi “Sisa Tentara Komunis”, untuk menandai kawasan mereka.

Pada kurun waktu 1990-2000, STK mengalami perkembangan jumlah anggota yang sangat pesat. Desa Winongo sebagai markas besar mereka, pada awalnya masih mudah diserang oleh pendekar SHT dari wilayah tetangga. Namun karena kekuatan mereka yang semakin besar membuat Winongo menjadi untouchable area. Hampir seluruh pemuda dan lelaki di desa ini menjadi anggota STK yang militan, sehingga penyerbuan SHT ke wilayah ini menjadi semakin sulit dilakukan.

STK menggunakan taktik populis dalam merekrut anggota baru. Mereka masuk ke SMP dan SMU di kota Madiun dan menawarkan status pendekar secara instan kepada pemuda-pemuda yang mau bergabung. Sementara untuk meraih status pendekar di SHT, persyaratannya cukup berat dan memakan waktu cukup lama. Tawaran menjadi pendekar instan tersebut tentu saja mendapat sambutan yang besar dari para pemuda yang belum mengetahui esensi sebenarnya sebuah panggilan “pendekar”. Di Madiun, menjadi pendekar adalah sebuah kehormatan yang diimpi-impikan para pemuda. Predikat pendekar menjadi sangat elit karena harus dicapai dengan susah payah. Seorang Pendekar dipastikan memiliki kemampuan silat dan fisik yang prima, serta pemahaman agama yang dalam.

Akibat taktik populis yang dilakukan STK, kode etik pertarungan antar pendekar yang selama ini terjaga, sedikit demi sedikit mulai pudar. Anak-anak muda yang naif (pendekar instan) mulai menggunakan cara-cara yang kurang etis dalam berkelahi. Misalnya mereka mengeroyok lawan, menculik lawan di rumah, tawuran (lempar-lemparan batu), menyerang dari belakang, dan cara-cara yang tidak terhormat lainnya. Awalnya pendekar-pendekar SHT yang memegang teguh kode etik pertarungan pencak silat, masih berupaya sabar. Namun, akhirnya mereka kehilangan kesabaran setelah korban di pihak mereka mulai berjatuhan.

Tercatat, terjadi beberapa kali pertarungan yang memakan korban jiwa akibat tindakan yang tidak sportif. Pernah terjadi kasus dimana dua orang pendekar yang sedang berboncengan sepeda ontel, di tebas dari belakang oleh lawan bersepeda motor dengan menggunakan clurit. Kemudian ada juga kasus seorang pendekar yang sedang menggarap sawah, ditebas dari belakang oleh lawannya dengan menggunakan pacul.

Kejadian-kejadian tersebut merupakan gambaran betapa etika pertarungan sportif satu lawan satu yang selama ini dipegang erat oleh para pendekar, mulai pudar.

Cikal bakal dua perguruan silat terbesar di Madiun, SH Terate dan SH Winongo, adalah sebuah perguruan pencak silat puritan bernama SH Putih. SH Putih didirikan oleh seorang pendekar silat bernama Mbah Suro pada tahun 1903. Mbah Suro adalah seorang pengembara, dia telah melanglang buana sampai ke Tiongkok dan India untuk mempelajari berbagai ilmu bela diri.

Setelah merasa cukup ilmu, Mbah Suro pulang ke tanah kelahirannya, dan mendirikan sebuah perguruan pencak silat tanpa nama. Berdasarkan ilmu yang didapatkannya selama mengembara, ia mengembangkan jurus-jurus silat baru yang kemudian membawa pembaharuan dalam ilmu beladiri asli nusantara ini.

Antara SH Winongo dengan SH Terate menganut prosedur yang berbeda dalam penetapan seorang murid menjadi “WARGA”. Di SH Winongo, seorang murid yang baru masuk, harus segera disahkan sebagai “WARGA” agar ikatan emosional dan fisik yang bersangkutan dengan perguruan tidak terlepas lagi. Sementara di SH Terate, untuk menjadi “WARGA” seorang murid harus menjalani proses yang panjang dan sangat keras. Seorang “WARGA” dalam filosofi SH Terate haruslah pendekar yang benar-benar telah memahami esensi dari ilmu pencak silat itu sendiri, terutama kegunaannya bagi masyarakat. Sehingga, sedikit sekali dalam satu angkatan, seorang murid SH Terate akhirnya dapat mencapai level menjadi “WARGA”

Sumber : http://psht-banyuwangi.org/

16 komentar:

Misteri mengatakan...

Thanks Infonya Mz_

Wongso Dimedjo mengatakan...

keren kang,luv you pull deh wat SHT

persaudaraan setia hati terate mengatakan...

salam persaudaraan

ary gondez mengatakan...

iya sama - sama..

Anonim mengatakan...

Salam 1922, wae lah!

Kang Tardjo mengatakan...

saya orang madiun pinggiran, dan malahan pertama kali penyerangan di tlatah madiun dilakukan oleh PSHT di Gorang-gareng magetan tahun 1994. di situ mereka melempari batu tiap rumah yang "diduga" anak STK.

Anonim mengatakan...

hidup sh terate

dulurdewe mengatakan...

salam PersaudaraaN 1922...

dulurdewe mengatakan...

salam PersaudaraN 1922....

isnawan mengatakan...

thanks info,mudah-mudahan kita bisa berdamai sesama penerus mbah suro,dan bersatu membangun madiun dan sekitarnya.salam persaudaraan<1993>

Anonim mengatakan...

Slam Persaudaraan...
Mas Kalo memuat inormasi harus jlas jangan asal bicara,karena sejarah yg anda paparkan sangat provokativ dan masih di pertanyakan kebenarannya...

Anonim mengatakan...

Salam persaudaraan kagem sdoyo poro kadang SH T ing pundi kmawon,,dipun tepangakn kulo AWAN saking tlatah jambi mas,wah isi lan desain wbste meniko sae mas,mugi2 sageto migunani kagem sdoyo poro kadang ing yuswantoro.suwuun

admin mengatakan...

salam persaudaraan..

perkenalkan nama saya rifki ..

siswa polos dari ranting situbondo

mas.. boleh tau alamat t4 latihan d ranting banyuwangi mas?

soalnya saya mw meneruskan kuliah di stikes banyuwangi nantix..

My Inspirasi mengatakan...

yo lek arep dadi pendekar kudu wani soro,,,sedulurn yo di jogo,,,jaya sht

Anonim mengatakan...

SH Winongo berdiri tahun 1903, Sedangkan SH Terate 1922, Dengan kata lain, yang mewarisi ajaran dari eyang suro adalah SH Winongo,,

joko kuswanto mengatakan...

salam 1922... lur..

PSHT BANYUWANGI JAWA TIMUR © 2008 Por *Templates para Você*